MIA > Bahasa Indonesia > Karya Marxis > Trotsky
Sumber: Workers' Control of Production. 1931, Leon Trotsky Internet Archive
Ditulis di pengasingan di Turki, 20 Agustus 1931. Pertama kali diterbitkan di Surat kepada kelompok Oposisi Kiri Jerman. Diterbitkan di Bulletin of the Opposition, no.24, September 1931.
Penerjemah: Ted Sprague, Juli 2009
Untuk menjawab pertanyaan anda, saya akan menulis di sini beberapa pendapat umum mengenai slogan kontrol buruh di dalam produksi, sebagai permulaan pertukaran pendapat.
Pertanyaan pertama yang timbul dari permasalahan ini adalah: dapatkah kita membayangkan kontrol buruh di dalam produksi sebagai sebuah rejim yang stabil, yang tentu saja tidak akan stabil selamanya, tetapi stabil untuk jangka waktu yang cukup lama? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu menganalisa lebih jelas karakter kelas di dalam rejim ini. Kontrol ada di tangan buruh. Ini berarti: kepemilikan dan hak transfer kepemilikan tetap berada di tangan para kapitalis. Oleh karena itu, rejim ini memiliki sebuah karakter yang penuh kontradiksi, dimana karakter ekonominya mengambang.
Kaum buruh membutuhkan kontrol buruh bukan untuk tujuan kosmetik semata-mata, tetapi supaya bisa memberikan tekanan yang praktis kepada para bos di dalam hal produksi dan operasi komersil. Akan tetapi, tujuan ini tidak akan dapat dipenuhi, dalam satu bentuk atau yang lain, di dalam batasan-batasan tertentu, bila kontrol buruh ini tidak berubah menjadi manajemen langsung. Di dalam bentuknya yang sudah berkembang jauh, kontrol buruh adalah seperti kekuasaan ganda ekonomi (dual power) di pabrik, di bank, di perusahaan perdagangan, dsb.
Bila partisipasi kaum pekerja di dalam manajemen produksi ingin bertahan selamanya, stabil, dan ‘normal’, maka ia harus bersandar pada kolaborasi kelas, dan bukan perjuangan kelas. Kolaborasi kelas semacam ini hanya dapat direalisasikan melalui lapisan atas/elit serikat-serikat buruh dan asosiasi-asosiasi kapitalis. Sudah banyak sekali contoh seperti ini: di Jerman (“demokrasi ekonomi”), di Inggris (“Mondism’), dsb. Tetap saja, di dalam semua kasus di atas, tidak ada kontrol buruh terhadap kapital, justru yang ada adalah birokrat buruh mengabdi kepada kapital. Pengalaman menunjukkan bahwa pengabdian semacam ini dapat berlangsung lama: tergantung pada batas kesabaran kaum proletar.
Semakin dekat kontrol buruh dengan produksi, dengan pabrik-pabrik, semakin mustahil rejim semacam ini dapat eksis. Karena ini langsung mempengaruhi kepentingan utama para buruh, dan seluruh proses produksi terpapar di depan mata mereka. Kontrol buruh melalui dewan pabrik hanya mungkin eksis di dalam basis perjuangan kelas yang tajam, bukan kolaborasi kelas. Tetapi ini berarti terciptanya kekuasaan ganda di dalam perusahaan, di dalam konglomerasi, di dalam semua cabang industri, di dalam seluruh ekonomi.
Apa karakter negara dimana terdapat kontrol buruh di dalam produksi? Sangatlah jelas bahwa kekuasaan belum berada di tangan kelas proletar. Kalau kekuasaan sudah berada di tangan kelas proletar, maka yang akan eksis adalah kontrol produksi oleh negara pekerja (workers’ state) sebagai permulaan dari sebuah rejim produksi negara di atas pondasi nasionalisasi, bukan kontrol buruh di dalam produksi. Yang sedang kita bicarakan sekarang adalah kontrol buruh di bawah rejim kapitalis, di bawah kekuasaan kaum borjuasi. Akan tetapi, kaum borjuasi yang merasa kuat tidak akan mentoleransi kekuasaan ganda di dalam perusahaannya. Oleh sebab itu, kontrol buruh hanya bisa dijalankan di bawah kondisi perubahaan relasi kekuatan kelas yang tidak menguntungkan bagi kelas borjuasi dan negaranya.
Kontrol hanya bisa diterapkan pada kelas borjuasi dengan paksaan, oleh kelas proletar yang sedang di dalam perjalanan menuju pengambilalihan kekuasaan dari kelas borjuasi, dan kemudian pengambilalihan hak milik kelas borjuasi. Oleh karena itu, rejim kontrol buruh, yakni sebuah rejim transisional, hanya dapat eksis di dalam periode krisis negara borjuasi, dimana kelar proletar maju ofensif dan kaum borjuasi terpukul mundur, dalam kata lain di dalam periode revolusi proletar.
Bila para borjuasi sudah bukan lagi penguasa sepenuhnya di dalam pabriknya, maka dia juga sudah bukan lagi penguasa sepenuhnya di dalam negaranya. Ini berarti bahwa kekuasaan ganda di pabrik-pabrik saling bertautan dengan rejim kekuasaan ganda di negara.
Akan tetapi, hubungan bertautan ini tidak boleh dimengerti secara mekanikal, yakni bukan dalam artian bahwa kekuasaan ganda di dalam ekonomi dan kekuasaan ganda di dalam negara akan lahir pada waktu yang bersamaan. Sebuah rejim kekuasaan ganda yang sudah maju, yang merupakan satu dari tahapan yang paling mungkin terjadi di dalam revolusi proletar di setiap negara, dapat berkembang di negara-negara yang berbeda dengan cara-cara yang berbeda, dan dengan elemen-elemen yang berbeda. Oleh karena itu, contohnya, di dalam situasi tertentu (yakni situasi krisis ekonomi yang dalam dan berkepanjangan, organisasi buruh yang kuat, partai revolusioner yang relatif lemah, negara yang relatif kuat dan memiliki pasukan fasisme yang kuat, dll), kontrol buruh di dalam produksi dapat hadir jauh lebih awal dari pada kekuasaan ganda di dalam politik.
Di bawah kondisi-kondisi umum yang saya sebut di atas, yang sekarang terutama adalah benar adanya di Jerman, kekuasaan ganda negara dapat berkembang dari kontrol buruh sebagai sumbernya. Kita harus bisa menerima fakta ini, bila hanya untuk menolak fetisme bentuk soviet yang disebarkan oleh kaum epigon [baca kaum Stalinis – Ed.] di Komintern.
Menurut pandangan ofisial dari Partai Komunis Jerman sekarang, revolusi proletar hanya bisa dicapai melalui Soviet; dan soviet-soviet ini harus dibentuk terutama untuk pemberontakan bersenjata. Klise seperti ini tidaklah cocok. Soviet hanyalah sebuah bentuk organisasi. Permasalahan perebutan kekuasaan ditentukan oleh karakter kelas dari kebijakannya, bukan bentuk organisasinya. Di Jerman, ada soviet-soviet Ebert-Scheidemann [1]. Di Rusia, soviet-soviet reformis menyerang para buruh dan tentara pada bulan Juli 1917. Setelah itu, Lenin berpendapat bahwa kita harus meluncurkan pemberontakan bersenjata bukan berbasiskan soviet, tetapi berbasiskan komite-komite pabrik. Perhitungan ini kemudian disangkal oleh jalannya peristiwa, karena kita mampu meraih soviet-soviet yang paling penting dalam waktu 4-6 minggu sebelum revolusi Oktober. Tetapi ini adalah sebuah contoh yang menunjukkan betapa kecilnya kita menggangap soviet sebagai obat mujarab. Pada tahun 1923, ketika saya beradu pendapat dengan Stalin dan yang lain, dimana saya menyerukan pentingnya untuk segera meluncurkan serangan ofensif revolusioner, saya juga menentang pembentukan – dengan perintah – Soviet di Jerman bersamaan dengan komite pabrik, yang saat itu sebenarnya sudah mulai mengambil fungsi soviet.
Banyak yang bisa dikatakan untuk sebuah gagasan bahwa di periode kebangkitan revolusioner sekarang ini komite-komite pabrik di Jerman, pada satu tahapan perkembangannya, dapat memainkan peran soviet dan menggantikan mereka. Dengan basis apa saya mengutarakan gagasan ini? Berdasarkan analisa kondisi pada saat soviet lahir di Rusia pada bulan Februari-Maret 1917, dan di Jerman dan Austria pada bulan November 1918. Di ketiga lokasi ini, pengorganisir utama dari soviet-soviet tersebut adalah kaum Menshevik dan Sosial Demokrat, yang dipaksa untuk melakukan ini karena kondisi revolusi demokratik di waktu peperangan. Di Rusia, kaum Bolshevik berhasil merebut soviet dari tangan kaum konsiliator. Di Jerman, mereka tidak berhasil, dan inilah mengapa soviet-soviet di Jerman menghilang.
Sekarang, pada tahun 1931, kata “soviet” mengandung makna yang berbeda dibandingkan pada tahun 1917-1918. Sekarang, kata tersebut adalah sinonim dengan kediktaturan Bolshevik, dan oleh karena itu kata “soviet” adalah kata yang menyeramkan bagi mulut kaum Sosial Demokrat. Kaum Sosial Demokrat di Jerman bukan hanya akan tidak mengambil inisiatif dalam menciptakan soviet untuk kedua kalinya, dan tidak bergabung secara sukarela di dalam inisiatif ini – mereka akan berjuang melawannya sampai titik darah penghabisan. Di mata negara borjuasi, terutama pasukan fasisnya, kaum Komunis yang mengorganisir pembentukan soviet merupakan sebuah deklarasi langsung perang sipil oleh kelas proletar, dan sebagai akibatnya dapat memprovokasi sebuah pertempuran besar sebelum Partai Komunis itu sendiri merasa siap.
Semua pertimbangan ini membuat kita sangat ragu akan kesuksesan pembentukan soviet – sebelum pemberontakan dan perebutan kekuasaan di Jerman – yang dapat merangkul mayoritas pekerja. Dalam pendapat saya, lebih mungkin kalau di Jerman soviet-soviet akan lahir setelah kemenangan pemberontakan, pada saat itu soviet tersebut akan berfungsi sebagai organ kekuasaan langsung.
Masalah dewan pabrik adalah sebuah masalah yang terpisah. Mereka sudah eksis sekarang. Kaum komunis dan Sosial Demokrat sedang membangun mereka. Dalam beberap hal, dewan-dewan pabrik ini adalah realisasi dari front persatuan kelas pekerja. Mereka akan memperluas dan memperdalam tugas yang khusus ini seiring dengan bangkitnya gelombang revolusi. Peran mereka akan bertambah besar, dan juga pengaruh mereka di dalam kehidupan pabrik, kota, cabang-cabang industri, daerah-daerah, dan pada akhirnya seluruh Pemerintahan. Kongres dewan pabrik propinsi, daerah, dan nasional dapat menjadi basis dari organ yang akan memenuhi tugas soviet, yakni sebagai organ kekuasaan ganda. Untuk menarik buruh Sosial Demokrat ke rejim ini melalui medium dewan pabrik akan lebih mudah dibandingkan menyerukan kaum buruh secara langsung untuk membangun soviet pada satu hari tertentu dan jam tertentu.
Badan sentral dari dewan-dewan pabrik kota dapat secara penuh melakukan tugas soviet kota. Ini terjadi di Jerman pada tahun 1923. Dengan memperluas fungsi mereka, memberikan mereka tugas-tugas yang lebih berani, dan membentuk organ-organ federal mereka sendiri, dewan pabrik dapat tumbuh menjadi soviet, dengan menyatukan buruh Sosial Demokrat dan Komunis; dan mereka bisa menjadi basis organisasi untuk pemberontakan. Setelah kemenangan kaum proletar, dewan pabrik/soviet ini akan secara alami pecah menjadi dewan pabrik seutuhnya dan soviet sebagai organ kediktaturan proletar.
Dengan semua ini, kita sama sekali tidak mengatakan bahwa pembentukan soviet sebelum pemberontakan proletar di Jerman adalah mustahil. Kita tidak mungkin bisa memprediksi semua varian-varian yang memungkinkan di dalam pergerakan. Bila negara borjuis hancur jauh sebelum revolusi proletar; bila fasisme dihancurkan berkeping-keping atau habis terbakar sebelum pemberontakan proletar, maka kondisi-kondisi dapat tercipta untuk pembentukan soviet sebagai organ perjuangan perebutan kekuasaan. Tentu saja, bila ini terjadi maka kaum Komunis harus bisa menilik situasi pada waktunya dan menyerukan slogan soviet. Ini akan menjadi situasi yang paling baik untuk pemberontakan proletar. Bila ini terjadi, maka ini harus digunakan sampai titik akhir. Tetapi mustahil untuk memastikan ini sejak awal. Selama kaum Komunis harus berhadapan dengan negara borjuis yang masih cukup kuat, dengan pasukan cadangan fasisme di belakangnya, jalan melalui dewan pabrik dan bukan melalui soviet tampak sebagai jalan yang paling memungkinkan.
Para epigon secara mekanikal telah mengadopsi gagasan bahwa kontrol buruh di dalam produksi, seperti soviet, hanya dapat direalisasikan di bawah kondisi revolusioner. Bila kaum Stalinis ini mencoba menyusun prasangka mereka ini ke dalam sebuah sistem yang nyata, maka mereka mungkin akan berargumen sebagai berikut: kontrol buruh sebagai semacam kekuasaan ganda tidaklah mungkin tanpa kekuasaan ganda politik di dalam negara, yang pada gilirannya tidak mungkin tanpa adanya oposisi soviet terhadap kekuasaan borjuis; oleh karena itu – kaum Stalinis akan terdorong untuk menyimpulkan – untuk mendorong slogan kontrol buruh di dalam produksi hanya mungkin dilakukan bersama-sama dengan slogan soviet.
Dari semua yang sudah dikatakan di atas, cukuplah jelas bagaimana skema tersebut adalah keliru, skematis, dan tidak dinamis. Di dalam praktek, ini ditransformasikan menjadi sebuah ultimatum dimana partai menyerukan kepada kaum buruh: Saya, sang Partai, akan mengijinkan kamu berjuang untuk kontrol buruh hanya bila kamu setuju untuk secara simultan membangun soviet. Tetapi sebenarnya kedua proses tersebut tidak perlu berjalan secara paralel dan simultan. Di bawah pengaruh krisis, tingginya tingkat pengangguran, dan manipulasi kaum kapitalis, mayoritas kelas pekerja bisa saja siap untuk berjuang menghapus rahasia bisnis dan berjuang untuk mengontrol perbankan, perdagangan, dan produksi sebelum mereka memahami perlunya menaklukkan kekuasaan secara revolusioner.
Setelah mengambil jalan mengontrol produksi, kaum proletar secara tidak terelakkan akan terdorong ke arah perebutan kekuasaan dan perebutan alat-alat produksi. Masalah kredit, bahan baku, dan pasar akan segera meluaskan kontrol buruh melewati batasan satu perusahaan. Di negara yang sangatlah industrial seperti Jerman, masalah ekspor dan impor segera akan menaikkan level kontrol buruh ke level nasional dan mempertentangkan organ sentral kontrol buruh dengan organ negara borjuis. Kontradiksi-kontradiksi dari rejim kontrol buruh ini, yang tidak terdamaikan pada dasarnya, secara tak terelakkan akan semakin menajam sampai dimana lingkupan dan tugas-tugasnya akan meluas. Satu jalan keluar dari kontradiksi ini adalah perebutan kekuasaan oleh kaum proletar (seperti di Rusia) atau konter-revolusi fasis yang membentuk kediktatoran kapital yang terbuka (seperti di Itali). Di Jermanlah, dengan Sosial Demokrasinya yang kuat, dimana perjuangan demi kontrol buruh di dalam produksi mungkin sekali menjadi tahapan pertama dari front persatuan revolusioner buruh, yang akan mengawali perjuangan perebutan kekuasaan mereka.
Akan tetapi, dapatkah slogan kontrol buruh diangkat sekarang? Sudahkah situasi revolusioner matang untuk itu? Pertanyaan ini sulit dijawab dengan berdiri di pinggiran. Tidak ada termometer yang bisa mengukur suhu situasi revolusioner dengan segera dan akurat. Kita terpaksa mengukurnya di dalam aksi, di dalam perjuangan, dengan bantuan alat-alat pengukur yang bermacam-macam. Salah satu alat ini, yang mungkin adalah yang paling penting di bawah kondisi sekarang, adalah slogan kontrol buruh di dalam produksi.
Pentingnya slogan ini terutama adalah karena di bawah basis ini front persatuan buruh komunis dengan buruh Sosial Demokrat, non-partai, Kristen, dan buruh lainnya dapat dipersiapkan. Sikap kaum buruh Sosial Demokrat adalah penting. Front persatuan buruh Komunis dan Sosial Demokrat – ini adalah kondisi politik utama yang tidak dimiliki di Jerman untuk sebuah situasi revolusioner. Kehadiran fasisme yang kuat sungguh merupakan sebuah halangan yang serius. Tetapi fasisme dapat mempertahankan daya tariknya hanya karena kaum proletar terpecah-belah dan lemah, dan karena kelas proletar tidak memiliki kemampuan untuk memimpin rakyat Jerman ke jalan kemenangan revolusi. Front persatuan revolusioner kelas pekerja dengan sendirinya sudah menandakan sebuah pukulan politik yang fatal terhadap fasisme.
Untuk alasan ini, biar saya katakan singkat saja, kebijakan kepemimpinan Partai Komunis Jerman dalam hal referendum sangatlah kriminal [2]. Tidak ada seorangpun yang dapat menggagaskan cara yang lebih ampuh untuk mempertentangkan kaum buruh Sosial Demokrat dengan Partai Komunis dan menghalangi perkembangan kebijakan front persatuan revolusioner.
Kesalahan ini harus diperbaiki sekarang. Slogan kontrol buruh dapat berguna sekali dalam hal ini. Akan tetapi, slogan ini harus didekati dengan tepat. Bila kita maju tanpa persiapan yang memadai, dan menyerukannya dengan perintah birokratis, slogan kontrol buruh akan menjadi tembakan kosong, dan terlebih lagi, slogan tersebut dapat menjelekkan nama partai di mata kelas pekerja karena ini akan melemahkan kepercayaan terhadap kontrol buruh bahkan di antara para pekerja yang sekarang mendukungnya. Sebelum menyerukan slogan yang penting ini secara ofisial, situasi harus dibaca dengan baik dan medan harus dipersiapkan.
Kita harus mulai dari bawah, dari pabrik, dari tempat kerja. Masalah kontrol buruh harus dicek dan diadaptasi untuk operasi dari tiap perusahaan industri, perbankan, dan perdagangan tertentu. Kita harus mengambil titik tolak terutama dari kasus-kasus spekulasi, lockout terselubung, penyembunyian laba untuk mengurangi gaji atau penggelembungan biaya produksi untuk alasan yang sama, dan sebagainya. Di sebuah perusahaan yang telah menjadi korban penipuan seperti itu, para pekerja Komunis harus menjadi pekerja yang bisa merasakan mood dari seluruh massa pekejra, terutama dari pekerja Sosial Demokrat: apakah mereka siap untuk merespon pada tuntutan penghapusan rahasia bisnis dan mengadakan kontrol buruh untuk produksi? Dengan menggunakan kasus-kasus tertentu, kita harus mulai dengan sebuah pernyataan langsung mengenai kontrol buruh guna melakukan propaganda secara terus-menerus, dan dengan cara ini kita bisa mengukur kekuatan perlawanan dari konservatisme Sosial Demokrasi. Ini adalah salah satu cara terbaik untuk mengukur kematangan situasi revolusioner.
Penilikan awal medan perjuangan membutuhkan penjelasan teoritis dan propagandis mengenai masalah partai, instruksi yang serius dan objektif kepada para buruh yang maju, terutama anggota-anggota dewan pabrik, aktivis serikat buruh yang aktif, dsb. Hanya kesuksesan dari kerja persiapan ini yang dapat memberikan petunjuk kapan partai dapat bergerak dari propaganda ke agitasi dan ke aksi praksis langsung di bawah slogan kontrol buruh.
Kebijakan Oposisi Kiri dalam masalah ini cukup mengikuti dari apa yang sudah dipresentasikan, setidaknya dalam segi-segi yang penting. Sekarang adalah periode awal propaganda untuk mengedepankan masalah kontrol buruh secara tepat dan pada saat yang sama mempelajari kondisi-kondisi konkrit untuk perjuangan kontrol buruh. Kaum Oposisi, dalam skala kecil dan sesuai dengan kekuatannya, harus melakukan kerja persiapan seperti yang dipaparkan di atas sebagai tugas partai selanjutnya. Pada dasar tugas ini, kaum Oposisi harus mencari kontak dengan kaum Komunis yang bekerja di dewan-dewan pabrik dan di serikat-serikat buruh, menjelaskan kepada mereka pemahaman kita akan situasi sekarang secara keseluruhan, dan belajar dari mereka bagaimana pandangan kita mengenai perkembangan revolusi dapat diadaptasi pada kondisi-kondisi konkrit di pabrik dan tempat kerja.
P.S. Saya ingin menutup artikel di atas dengan ini, baru saja saya memikirkan bahwa kaum Stalinis mungkin akan melontarkan keberatan semacam ini: kamu siap “menentang” slogan soviet untuk Jerman, tetapi kamu mengkritik kami dengan keras karena pada satu ketika kami menolak memproklamirkan slogan soviet di Cina. Pada kenyataannya, “keberatan” macam ini merupakan metode argumen yang keliru, yang berdasarkan fetisme organisasional yang sama, yakni, berdasarkan identifikasi esensi kelas dengan bentuk organisasi. Bila saja saat itu kaum Stalinis mendeklarasikan bawah ada alasan di Cina yang menghalangi aplikasi bentuk soviet, dan bisa saja mereka merekomendasikan bentuk organisasi front persatuan revolusioner rakyat, satu bentuk yang lebih cocok untuk kondisi Cina, kita tentu akan memberikan proposal tersebut dukungan yang besar. Tetapi kita direkomendasikan untuk menggantikan soviet dengan Koumintang, yakni dengan perbudakan kaum buruh oleh kaum kapitalis. Perdebatan saat itu adalah masalah watak kelas dari sebuah organisasi dan bukan mengenai bentuk organisasi. Tetapi disini kita harus menambahkan bahwa justru di Cina saat itu tidak ada halangan subjektif apapun untuk pembentukan soviet, bila kita menilik kesadaran rakyat, dan bukan kesadaran sekutu-sekutu Stalin saat itu, Chiang Kai-shek dan Wang Chin-wei. Kaum buruh Cina tidak memiliki tradisi Sosial Demokrasi dan konservatisme. Antusiasme untuk Uni Soviet benar-benar universal. Bahkan gerakan tani sekarang ini di Cina berusaha untuk mengadopsi bentuk soviet. Kehendak rakyat untuk membentuk soviet pada tahun 1925-27 bahkan lebih luas.
[1] Friedrich Ebert adalah anggota Partai Sosial Demokrat Jerman yang menjabat sebagai presiden German Reich pertama 1919-1925; Scheidemann adalah anggota Partai Sosial Demokrat Jerman yang menjabat sebagai Kanselir/Perdana Mentri Jerman ke-10 pada tahun 1919. (Editor)
[2] Pada bulan Agustus 1931, partai Nazi meluncurkan sebuah referendum untuk menumbangkan pemerintahan Sosial Demokrasi di Jerman. Di bawah perintah Komintern, Partai Komunis Jerman mendukung referendum tersebut. Mereka mengganti nama referendum tersebut menjadi “Referendum Merah”, dan mendukung usaha kaum fasis untuk menumbangkan pemerintah Sosial Demokrasi. Referendum tersebut gagal. (Editor)