Diterjemahkan oleh Ted Sprague (9 Mei 2009)
Disini Rosa Luxemburg menekankan kenyataan bahwa periode reformisme telah berakhir dengan tibanya krisis kapitalisme dan semakin dekatnya peperangan (baca Perang Dunia Pertama). Pertama kali dipublikasikan di koran Liepziger Volkzeitung, 30 April, 1913
Di tengah-tengah orgi imperialisme yang paling liar, hari libur kaum proletar sedunia diperingati untuk ke-24 kalinya. Seperempat abad yang telah lewat semenjak keputusan historis untuk merayakan May Day adalah sebuah bagian yang besar dari jalan sejarah. Ketika demonstrasi May Day dimulai pertama kalinya, kaum pelopor dari Internasionale Kedua, yakni kelas pekerja Jerman, sedang berjuang melepaskan dirinya dari kungkungan hukum pengecualian dan bergerak menuju perkembangan yang bebas dan legal. Periode depresi ekonomi pasar dunia yang panjang semenjak jatuhnya ekonomi pada tahun 1870an telah terlalui, dan ekonomi kapitalis baru saja memulai sebuah fase pertumbuhan yang hebat yang berlangsung selama hampir satu dekade. Pada saat yang sama, setelah 20 tahun periode damai, dunia bernapas lega, mengingat bahwa periode peperangan di Eropa telah lewat.
Jalan tampaknya mulus untuk sebuah perkembangan kebudayaan yang damai; ilusi-ilusi, harapan-harapan akan sebuah diskusi damai antara buruh dengan kekuatan modal kapital tumbuh dengan subur di dalam tubuh sosialisme. Proposisi seperti “menjulurkan tangan terbuka dengan tulus” menandai awal 1890an; janji-janji “bergerak secara perlahan menuju sosialisme” menandai akhi tahun 1890an. Krisis, peperangan, dan revolusi seharusnya menjadi masa lalu, seharusnya menjadi sepatu-sepatu bayi dari masyarakat modern; parlementerisme dan serikat-serikat buruh, demokrasi di dalam tubuh negara dan demokrasi di pabrik seharusnya membuka pintu-pintu ke sebuah orde yang baru dan lebih baik.
Jalannya perisitiwa-peristiwa telah menguji semua ilusi-ilusi ini. Pada akhir tahun 1890an, daripada sebuah perkembangan kebudayaan dan perubahan sosial yang mulus seperti yang telah dijanjikan, kita menyaksikan sebuah periode penajaman kontradiksi-kontradiksi kapitalisme yang paling sengit dan akut – sebuah badai dan kegelisahan, sebuah hantaman dan tubrukan, sebuah kegoyahan dan gempa di pondasi masyarakat. Di dekade selanjutnya, 10-tahun periode kemakmuran ekonomi dibayar dengan dua krisis dunia yang penuh kekerasan. Setelah dua dekade periode damai di dunia, di dekade terakhir dari abad yang lalu terjadi enam peperangan yang penuh darah, dan di dekade pertama dari abad yang baru ada empat revolusi. Daripada perubahan-perubahan sosial, justru kita saksikan hukum-hukum konspirasi dan kejahatan. Daripada demokrasi industri, justru kita saksikan konsentrasi kapital di tangan sindikat-sindikat dan asosiasi-asosiasi bisnis, dan aksi lock-out dari kekuatan kapital internasional. Dan daripada perkembangan demokrasi, kita saksikan runtuhnya sisa-sisa liberalisme borjuis dan demokrasi borjuis. Terutama di Jerman, nasib partai-partai borjuis pada tahun 1890an telah mengakibatkan: kebangkitan dan pembubaran dengan segera partai Sosialisme Nasional [1]; perpecahan kaum oposisi “radikal” dan penyatuan pecahan-pecahan tersebut menjadi kekuatan reaksioner; dan akhirnya transformasi kaum “sentris” dari partai rakyat radikal menjadi sebuah partai pemerintahan yang konservatif. Pergeseran yang sama di dalam perkembangan partai-partai juga terjadi di negara-negara kapitalis lainnya. Secara umum, kelas pekerja yang revolusioner menemukan dirinya berdiri sendirian, melawan sebuah reaksi yang kejam dari kelas-kelas penguasa dan trik-triknya yang licik.
Tanda bahwa seluruh perkembangan politik dan ekonomi ini telah mencapai titik akhirnya adalah imperialisme. Ini bukanlah sebuah elemen baru di dalam kapitalisme. Ini bukanlah suatu tikungan yang baru di dalam perkembangan sejarah masyarakat kapitalisme. Pembangunan angkatan bersenjata dan peperangan, kontradiksi-kontradiksi internasional dan politik kolonial mendampingi sejarah kapitalisme sejak lahir. Intensifikasi secara ekstrim elemen-elemen tersebut serta penyatuan dan pembenturan semua kontradiksi tersebut telah menghasilkan sebuah epos yang baru di dalam masyarakat moderen. Dengan interaksi yang dialektis – antara sebab dan akibat dari akumulasi kapital yang besar dan peningkatan dan penajaman kontradiksi yang timbul darinya, yakni secara interal antara kekuatan modal dan buruh dan secara eksternal antara negara-negara kapitalis – imperialisme telah membuka sebuah fase akhir, yakni pembagian dunia melalui metode penyerbuan oleh kapital. Pembangunan angkatan bersenjata di darat dan laut secara besar-besaran di seluruh negara-negara kapitalis karena permusuhan mereka; peperangan-peperangan yang telah menyebar dari Afrika ke Eropa dan yang kapanpun dapat memercikkan perang dunia[2]; dan terlebih lagi, selama bertahun-tahun ancaman inflasi yang tidak terkontrol, ancaman kelaparan massa di seluruh dunia kapitalis – semua ini adalah latar belakang dimana hari libur buruh sedunia, setelah seperempat abad, akan berlangsung. Dan setiap tanda-tanda ini adalah sebuah testimoni yang membara dari kebenaran dan kekuatan ide May Day.
Ide utama brilian dari May Day adalah gerakan maju massa proletar dengan segera, aksi massa politik dari jutaan buruh yang sebelumnya dipecah-pecah oleh negara melalui parlementerisme, yang kebanyakan hanya bisa mengekspresikan kehendaknya melalui kotak suara, melalui pemilihan perwakilan mereka. Proposal brilian dari Lavigne di Kongres Internasionale Kedua di Paris [3] memasukkan ke taktik parlementer – yang merupakan sebuah manifestasi tidak langsung dari kehendak kaum proletar – sebuah manifestasi massa internasional: mogok kerja sebagai sebuah demonstrasi dan alat perjuangan untuk meraih delapan-jam-kerja, perdamaian dunia, dan sosialisme.
Dan sungguh ide dan bentuk perjuangan yang baru ini telah berkembang pesat dalam sepuluh tahun belakangan ini. Mogok massa telah menjadi sebuah senjata perjuangan politik yang sangat penting dan diakui secara internasional. Sebagai sebuah demonstrasi, sebagai sebuah senjata perjuangan, May Day mengambil berbagai macam bentuk dan gradasi di seluruh negara selama hampir lima belas tahun. Sebagai sebuah tanda kebangkitan revolusioner kaum proletar di Rusia, sebagai alat perjuangan yang gigih di tangan kaum proletar Belgia, May Day telah menunjukkan kekuatannya yang konkrit. Dan masalah terbesar di Jerman – yakni masalah hak memilih rakyat Prusia – hanya bisa diselesaikan dengan aksi mogok massa kaum proletar Prusia.
Tidak mengherankan! Seluruh perkembangan dan tendensi dari imperialisme di dekade sebelumnya mendorong kaum pekerja internasional untuk melihat lebih jelas dan lebih konkrit bahwa hanya gerakan rakyat yang luas dan aksi politik mereka, demonstrasi massa, dan mogok massa, yang cepat atau lambat akan terbuka di dalam periode perjuangan revolusioner untuk meraih kekuatan negara, yang dapat memberikan solusi yang tepat untuk kebijakan penindasan imperialisme yang luar biasa besar. Di momen kegilaan peperangan dan pembangunan angkatan bersenjata, hanya kehendak perjuangan rakyat pekerja yang teguh, kemampuan dan kesiapan mereka untuk aksi-aksi massa yang besar, yang dapat mempertahankan perdamaian dunia dan mencegah peperangan dunia. Semakin mengakar ide May day – ide aksi massa yang teguh sebagai sebuah ekspresi kesatuan internasional dan sebagai sebuah metode perjuangan untuk perdamaian dan sosialisme – di dalam pasukan terkuat dari Internasionale Kedua, yakni kelas pekerja Jerman, maka semakin besar jaminan kita bahwa setelah perang dunia, yang akan terjadi cepat atau lambat, akan maju ke depan sebuah perjuangan antara pekerja dunia dengan kapital dunia yang akan berakhir di dalam kemenangan rakyat pekerja.
Catatan:
[1] Partai ini yang kemudian menjadi cikal bakal Partai Nazinya Hitler pada tahun 1918. Sosialisme Nasional sendiri adalah sebuah ideologi yang menentang komunisme dan sosialisme internasionalis. Trotsky mengatakan: “Fasisme Jerman, seperti halnya Fasisme Itali, naik ke pucuk kekuasaan melalui punggung kaum borjuis kecil, yang dia gunakan untuk menghantap organisasi-organisasi kelas pekerja dan institusi demokrasi. Tetapi fasisme yang berkuasa bukanlah berarti kekuasaan kaum borjuis kecil. Sebaliknya, fasisme adalah kediktaturan kapital monopoli yang paling kejam.”
[2] Satu tahun kemudian, ramalan ini terbukti di dalam Perang Dunia yang pertama yang meletus pada tahun 1914.
[3] Kongres Internasionale Kedua di Paris pada tahun 1889, dimana Raymond Lavigne mengajukan proposal untuk mengadakan demonstrasi pada tanggal 1 May 1890 sebagai peringatan dan penghormatan terhadap pembantaian Hay Market di Chicago tahun 1886.